Beberapa waktu lalu, masyarakat khususnya para pegiat lingkungan sempat dihebohkan dengan tayangan kuliner Tongseng Hiu di salah satu televisi swasta Indonesia. Protes keras bergulir lantaran hiu saat ini tidak dianjurkan untuk dikonsumsi mengingat keberadaannya yang sudah terancam punah.
“Ini sangat disesalkan karena di tengah
ramainya kampanye untuk melestarikan hiu dengan tidak mengonsumsi sirip
hiu, justru menayangkan tongseng hiu yang bisa merangsang pemirsa untuk
mencoba tongseng tersebut,” ungkap Direktur Komunikasi dan Advokasi WWF
Indonesia, Nyoman Iswarayoga, saat dihubungi Kompas Travel, Jumat (15/5/2015).
Dengan meningkatnya keinginan masyarakat
untuk mengonsumsi hiu maka hal ini akan meningkatkan perburuan hiu di
laut. Hal itu tentu akan membuat populasi hiu di laut semakin menipis.
Padahal, konsumsi hiu, lanjut Nyoman, pada dasarnya tidak menimbulkan
keuntungan bagi manusia.
“Lebih banyak kepada prestise, itu sebuah barang yang susah
untuk didapat dan berharga mahal sehingga itu menjadi suatu kebanggaan
bagi yang mengonsumsinya,” jelas Nyoman.
Selain tidak memiliki manfaat khusus,
mengkonsumsi ikan hiu justru berpengaruh kepada kesehatan. Sebab, dalam
ikan hiu terdapat kandungan merkuri berlebih yang sangat berbahaya bagi
kesehatan manusia. Nyoman menjelaskan, berdasarkan pemberitahuan dari
Badan Pengawasan Obat dan makanan (BPOM) pada 2009 lalu, hiu mengandung
merkuri paling tinggi yang mencapai 1 – 4 ppm.
Kandungan merkuri yang tinggi tentu
berdampak pada kesehatan manusia, salah satunya terhadap janin.
Kandungan merkuri tinggi dapat menembus plasenta sehingga menimbulkan
gangguan sistem saraf dan perkembangan janin. Tak hanya itu, merkuri
juga dapat mengganggu sistem syaraf, juga mengganggu fungsi hati,
ginjal, dan organ lainnya.
Maraknya pengonsumsian hiu juga tak
lepas dari mitos yang mengatakan sirip hiu memiliki fungsi besar untuk
menambah vitalitas dan kemampuan seksual. Padahal, menurut pendiri
ProFauna, Rosek Nursahid, hal tersebut merupakan mitos belaka
berdasarkan data yang ia dapatkan.
“Sirip hiu masih diminati sebagai
makanan berkelas, namun data terbaru menyebutkan bahwa mengkonsumsi
sirip hiu itu justru bisa mengancam kemandulan pria,” jelas Rosek.
Senada dengan Nyoman dan juga Rosek,
pemerhati konservasi alam dan mantan pembawa acara program perjalanan,
Riyanni Djangkaru turut menyayangkan konsumsi ikan hiu yang sampai saat
ini masih dilakukan beberapa pihak. Sebab, selain berdampak buruk bagi
kesehatan, mengkonsumsi hiu juga turut andil merusak ekosistem yang ada.
“Peran dia (hiu) di lautan itu sebagai
dokter laut salah satunya, maka dia memakan ikan-ikan yang sakit jadi
dimakanin sama dia,” kata Riyanni.
Lebih lanjut Riyanni menjelaskan,
spesies ikan pemburu di laut umumnya hanya bisa memakan ikan lain yang
terletak satu tingkat atau beberapa tingkat di bawahnya sesuai dengan
piramida ekosistem. Namun, keistimewaan hiu bisa memakan hingga
spesies-spesies lain jauh di bawah letak piramida.
“Hiu itu bisa makan jauh banget dari
tingkat paramidanya dia, dengan begitu dia menjaga stabiilitas dari
masing-maisng spesies,” sambungnya.
Dengan upaya terus menghimbau masyarakat
akan bahayanya mengkonsumsi hiu tak hanya bagi kesehatan, tetapi juga
bagi lingkungan, para pegiat lingkungan ini berharap masyarakat luas
bisa paham alasan-alasan mengapa hiu tak layak dikonsumsi. Di samping
itu, Riyanni menambahkan fungsi khusus para “dokter laut” tersebut yang
ternyata berdampak luas bagi kehidupan.
“Justru yang harus diperhatikan justru
spesie-spesies yang tugasnya menjaga variasi ikan dan memberi pemasukan
juga buat nelayan, memberi variasi untuk kita juga yang makan, dan
masukan buat negara,” tutupnya. (Kompas.com)
Penulis | : Mentari Chairunisa |
Editor | : Ni Luh Made Pertiwi F |
0 Response to "Mencicipi Kuliner Hiu? Jangan Nekat Bahaya Mengintai, Ini Alasannya..."
Posting Komentar
Komentar Anda Bukanlah Tanggung Jawab Kami