Ramadhan 1429 H (2008), wartawan cantik BBC Lauren Booth pergi ke Gaza.
Setelah melalui berbagai pemeriksaan dan hambatan oleh pasukan Israel,
sampai juga ia di sebuah perkampungan Palestina.
Di perkampungan Palestina itu, adik ipar mantan Perdana Menteri Inggris
Tony Blair ini mengetuk pintu sebuah rumah. Pintu segera terbuka,
seorang ibu Palestina keluar, dengan wajah berseri-seri,
“Assalamu’alaikum, faddhal (silahkan masuk).”
Lauren bercerita: “Wajahnya berseri, matanya bersinar, dia
mempersilahkan saya masuk ke rumahnya seperti mempersilahkan saya masuk
ke istana Taj Mahal. Seakan-akan rumahnya adalah tempat terindah di
dunia.”
Lauren memperhatikan rumahnya: Hanya dinding, atap, dan dua tikar
terhampar. Satu tikar untuk tidur dan shalat, satu tikar untuk hidangan
makanan. Tidak ada apa-apa selain itu. Lemari, kursi, apalagi televisi,
tidak ada.
Tapi ungkapan wajah dan bahasa tubuhnya seperti orang yang sangat berbahagia, Lauren tak habis pikir.
Mereka pun duduk di tikar. Dan si ibu menyodorkan makanan, yang hanya
terdiri dari roti, bumbu, dan selada. Melihat ‘menu prihatin’ itu,
Lauren berulang-ulang menolak tawaran makanan itu, bukan tidak suka,
tapi bagaimana mungkin ia memakan makanan orang miskin? Yang makanannya
sangat terbatas? Hanya makanan itulah yang si ibu punya.
Tapi si ibu terus menyodorkan makanan. “Anda adalah tamu kami,” katanya.
Akhirnya, untuk sekedar menghargai, dia memakan satu roti sembari
bilang: “Mari makan bersama.”
Si Ibu menolak karena sedang puasa.
Seperti diceritakannya, ia marah kepada si ibu itu “Sudah prihatin, ada makanan, nahan-nahan makan.”
“Saya marah kepada Islam, yang mengharuskan orang berlapar-lapar selama
30 hari. Saya marah kepada Qur’an, yang mewajibkan ibu ini menahan lapar
dan dahaga, padahal mereka butuh makan-minum, dan makanan minuman itu
ada.”
“Saya jengkel. Maka saya tanya ibu itu: Mengapa ibu puasa? Untuk apa?”
Ibu itu menjawab: “Kami berpuasa untuk bersyukur kepada Tuhan, karena
bisa merasakan apa yang dialami saudara-saudara kami yang miskin.”
Lauren bercerita lagi, dengan suara gemetar: “Mendengar jawaban itu,
saya tak kuasa membendung air mata. Ibu ini tak punya apa-apa di dunia.
Dia masih bersyukur dan berbagi rasa dengan orang yang lebih malang
darinya.”
Ketika menuliskan ini, kulit saya pun merinding, malu pada ibu itu,
ingat sudah punya ini-itu, masih ingin ini-itu, masih terus merasa
kurang, dan sangat-sangat-sangat sedikit berkorban untuk orang lain.
Hening beberapa saat dalam diri Lauren. Lalu ia berkata kepada dirinya sendiri: “Jika ini Islam, Saya ingin jadi Muslim.”
Tahun 2010, Lauren muncul di saluran TV Islam dalam acara Global Peace and Unity, mengenakan busana Muslimah, dan memaklumkan: “My name is Lauren Booth, and I am a Muslim.”
Sumber: Fimadani
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Kisah Keislaman Adik Ipar PM Inggris Tony Blair"
Posting Komentar
Komentar Anda Bukanlah Tanggung Jawab Kami